EVIDENSI PEMILIHAN UMUM 2019

(Sebuah Telaah Kritis Tentang Pemilu)

Oleh : Muh. Azrul Marsaoly
(Anggota IPMB Hal-Tim)


Dalam rentang sejarah perjalanan umat manusia, tidak jarang banyak persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sosialnya. Hal demikian terutama disebabkan banyaknya ragam Vestesd In Terst (kepentingan) antara masing-masing kelompok dalam suatu komunitas masyarakat. dalam rangka meminimalisir adanya konflik kepentingan atau kerap juga disebut beda pendapat ini, maka tidak jarang langkah preventif yang ditempuh adalah dengan mendirikan suatu wadah atau organisasi. Organisasi pada prinsipnya merupakan sebuah wahana yang di dalam terhimpunya berbagai macam elemen sosial yang memiliki tujuan.

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan instrumen untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebagaimana dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 hasil amandemen  ketiga, menyatakan bahwa Pemilihan umum dilaksanakan  untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pasal 22 ayat 2), yang fungsinya adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD untuk jabatan publik, guna membicarakan terkait proses demokrasi di Indonesia serta mewujudkan kepentingan rakyat. Pemilihan umum (Pemilu) juga merupakan sarana terciptanya demokrasi yang aman, damai, dan tentram. Pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 17 april  kemarin hemat penulis banyak memberikan kesan dan pesan demokrasi kepada khalayak masyarakat indonesia pada umumnya dan maluku utara pada khususnya. Sebab, pemilu serentak yang diselenggarakan pada tanggal 17 kemarin secara institusional di integrasikan dua institusi (lembaga) yang menjadi objek dalam pemilu 2019 yakni legislatif (Pemilihan DPR, DPD dan DPRD) dan eksekutif (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden), ini menunjukan bahwa pesan demokrasi “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” harus di pegang teguh serta diimplementasikan oleh kedua lembaga untuk mewujudkan kepentingan rakyat secara holistik.

      Konstalasi politik pemilu 2019 pun sungguh miris dan memprihatinkan, sebab praktek money politik (Politik uang) masi saja dipraktekkan oleh para politisi yang turut berkompetisi pada ajang kontestasi politik. Memang tidak menutupkan kemungkinan setiap momentum politik tentu tidak terlepas dari hal finansial yang menjadi modal utama dalam berkompetisi untuk memenangkan kontestasi, namun tidak semua aktor (kandidat) politik terlibat dalam praktek distorsi pemilu tersebut, ada juga beragam taktik  dan strategi politik lain yang dimainkan. Namun ironisnya tidak hanya sebatas money politik, tetapi silaturahmi dan ukhuwah yang telah di bangun dan dirajut bertahun-tahun pun nyaris runtuh akibat sanking fanatisnya dalam berpolitik.

Dampak lain pemilu 2019 adalah munculnya perselishan dan konflik antara sesama keluarga karena berbeda pilihan. Ini di karenakan kurang dewasanya dalam berpolitik serta minimnya diseminasi tentang hakikat sistem demokrasi yakmi “Setiap orang memiliki hak memilih dan dipilih” Oleh karena itu, saran saya diakhir kalimat ini kita seyogianya  dewasa dalam berpolitik sebab beda pendapat adalah suatu hal yang lumrah. Sekian ***

Komentar