Spirit Kemerdekaan RI dan Pembangunan

 (Refleksi HUT Kemerdekaan RI ke-76)


Penulis : Dheni Tjan
Kepala Dinas Pangan Prov. Malut


 Upacara HUT RI - 17 Agustus 2021, memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, baru saja usai dilaksanakan dari Pusat sampai Daerah. Praktis peringatan detik-detik proklamasi sudah tercatat sebanyak 76 kali. Pertanda usia Bangsa Indonesia telah mencapai 76 tahun. Ibarat usia manusia, tidak lagi pantas disebut belia. Sepanjang usia tersebut, pembangunan disegala bidang telah dilaksanakan mengisi kemerdekaan dan menorehkan banyak prestasi.

 Memperingati HUT Kemerdekaan RI setiap tahunnya, mengingatkan kita atas catatan sejarah para pejuang Indonesia di masa lalu yang gigih berjuang merebut kemerdekaan-membela bangsa dan negara dari kolonialisme. Relah mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, harta, bahkan nyawa dan air mata, sebagai bentuk sikap keberanian dan perjuangan tulus-suci (jihad) saat itu, yang kini tercermin (diabadikan) dalam dwi-warna Panji kebesaran negara “Merah Putih”. Merah yang berarti berani dan Putih yang berarti suci. Nilai-nilai semangat Merah-Putih inilah, pembakar semangat juang merebut kemerdekaan. Kini, Panji Sang Saka “Merah-Putih” tetap berkibar diangkasa persada Indonesia, yang berarti “sekali merdeka tetap merdeka”. 

 Kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 oleh Founding Fathers kita, lahir dari lintasan panjang kurun waktu sejarah perjuangan para Pejuang Kemerdekaan RI (Pejuang ‘45) maupun Pejuang-Pejuang di era sebelum maupun setelah 1945, baik yang dikenal/diketahui maupun tidak dikenal/tidak diketahui, yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional mapun belum (tidak) ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, dimana spirit perjuangannya monumental dan memiliki nilai-nilai juang yang tinggi yang patut menjadi teladan bagi kita generasi penerus.

 Selain di pentas nasional, di Maluku Utara sendiri, terdapat banyak Tokoh Pejuang kemerdekaan dalam rangka membebaskan tanah air dari cengkaraman kolonialisme, antara lain; Sultan Nuku yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dan Sultan Zainal Abidin Alting dari Kesultanan Tidore, Sultan Khairun dan Sultan Babullah dari Kesultanan Ternate, Banau dari Halmahera Barat, Arnold Mononutu, Chasan Boesoerie di Ternate, Yasin Gamsungi dan Daniel Bohang dari Halmahera Utara, Usman Sadik dari Halmahera Selatan, Kapita Oranya dari Halmahera Timur yang membertontak terhadap tentara Jepang di Teluk Kao dan Teluk Buli, Haji Salahudin dari Halmahera Tengah, dan masih banyak lagi yang tidak sempat disebutkan disini. Dimana semangat juang para pejuang kemerdekaan harus kita teladani dan menjadi nilai-nilai spirit yang melekat dalam Jiwa-Sanubari masyarakat Maluku Utara untuk tetap menjungjung tinggi rasa kebangsaan dan naionalisme. Apalagi sejarah mencatat Maluku (termasuk Maluku Utara) adalah salah satu dari 8 provinsi yang dibentuk di awal kemerdekaan RI, dan Maluku Utara dalam hal ini Kesultanan Tidore mempunyai andil besar dalam perebutan-pengembalian kembali Irian Barat (Papua) ke pangkuan Ibu Pertiwi. Bahkan Presiden pertama Ir. Soekarno juga pernah bersama rakyat Maluku Utara melakukan upacara 17 Agustus di Kota Tidore. Upacara peringatannya pun terbilang berjalan hikmat dan sukses, yang kesemuannya itu menjadi barometer bahwa Maluku Utara juga memiliki andil-terhadap kemerdekaan Republik Indonesia dan terhadap mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

 Para Pejuang kemerdekaan RI telah berhasil mengantarkan bangsa ini pada pintu gerbang kemerdekaan, mereka telah tiada, telah menjadi “Pahlawan-Kusuma Bangsa”, telah meninggalkan nama besar dan warisan sejarah perjuangan yang sangat bernilai tinggi. Dengan sejarah yang diwariskan di tengah-tengah arus perubahan sosial, kita dapat menelusuri relung-relung semangat perjuangan mereka untuk dapat diteladani. Kata Bung Karno “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." Untuk itu, penting dilakukan apa yang dikatakan Charles F. Andrain, menafsirkan masa lalu, memberi makna pada masa sekarang, dan melukiskan suatu masa depan yang ideal.  

  Saat ini kita tidak lagi mengangkat senjata dan bambu runcing, tidak perlu lagi bergerilya melawan-mengusir penjajah. Kita dituntut mengrobankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk menjadi pelaku (subyek) pembangunan yang handal dan berprestasi. Sebagai anak bangsa harus berjiwa sosial-egaliterian, kapabel, berkualitas, memiliki kompetensi dan skill, relah berkorban (sacrifice) yang merupakan etos kepahlawanan, serta komitmen mewujudkan kesejahteraan rakyat. Semangat dan nilai-nilai perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia patut ditransformasikan pada era kekinian (era pembangunan) menjadi semangat juang memerangi kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial, atau semangat juang membangun diberbagai bidang demi mengejar ketertinggalan pembagunan. 

Kemerdekaan harus diisi dengan hal-hal yang bersifat-berdampak positif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Fenomena konflik komunal, kasus narkoba, terorisme, korupsi, separatisme dan sebagainya adalah tindakan dan perilaku yang sangat bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan, karenanya harus menjadi musuh bersama, harus ditumpas dan dibasmi demi tetap tegaknya persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Kata Bung Karno; “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

 Penyelenggaraan berbagai rangkaian kegiatan/perlombaan dalam rangka Peringatan HUT Kemerdekaan RI-17 Agustus, serta renungan kemerdekaan sebagai bentuk rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia, yang biasanya dilaksanakan setiap tahun akan sangat bernilai strategis dan bermakna apabila membekas menjadi membentuk pribadi-pribadi warga negara yang memiliki semangat kebangsaan dan nasionalisme menjaga keutuhan NKRI, memupuk semangat persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengamalkan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dicengkeram kuat di kaki Burung Garuda, membangkitkan semangat patriotisme-tanpa pamri, bekerja-berkreasi-berinovasi, partisipatif dan menjadi pelaku (subyek) pembangunan yang handal dalam kehidupan berbangsa daan bernegara.

  Semangat juang kemerdekaan yang telah ditansformasikan menjadi semangat juang membangun-mengisi kemerdekaan yang melahirkan goresan prestasi dan keteladanan, mendapat tempat tersendiri di mata pemerintah/negara. Warga negara yang dianggap berprestasi dan menjadi teladan di suatu bidang tertentu diberikan reward dan tanda jasa pada momentum upacara 17 Agustus setiap tahun di Istana Negara-Jakarta dan diserahkan langsung Presiden. Seperti, Guru-guru teladan, Penyuluh pertanian-perikanan dan kehutanan teladan, Petani dan Nelayan teladan, Pegawai berprestasi, Transmigran dan Pembina Transmigran teladan, Kepala Desa/Lurah pemenang lomba desa/kelurahan, dan lain-lain. 

 Ini menandakan bahwa pembangunan di segala bidang memang menjadi sangat penting dan strategis dalam era kemerdekaan saat ini. Karena penting dan strategis, sehingga tidak hanya reward yang diberikan kepada warga negara yang berprestasi, tetapi materi Pidato Kenegaraan Presiden di depan Sidang MPR/DPR pada tanggal 16 Agustus dalam setiap refleksi HUT Kemerdekaan RI setiap tahun pun menggambarkan capaian-capaian pembangunan dan rencana pembangunan kedepan, yang dapat dimaknai sebagai sebuah upaya Pemerintah memotivasi rakyatnya untuk selalu berpartisipasi dalam pembangunan. 

 Dengan demikian, dapat dikatakan paradigma baru kepahlawanan adalah siapapun warga negara yang kreatif-inovatif-berprestasi dan menjadi teladan, dapat disebut sebagai “Pejuang dan Pahlawan Pembangunan”, meski tidak berkorban nyawa atau berjuang melawan penjajah secara fisik. Seperti diketahui adanya sebutan “Pahlawan tanpa tanda jasa” yang disematkan kepada Bapak/Ibu Guru. Tentu, seorang “Pejuang dan Pahlawan Pembangunan,” adalah yang dapat merubah dan mempengaruhi dirinya sendiri, kepada orang lain, organisasi, dan lingkungan, tanpa pamri. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi. Spirit membangun bangsa jauh lebih penting baginya. Presiden Amerika Serikat ke 35, John F. Kennedy, berujar : "Ask not what your country can do for you, but ask what you can do for your country." (Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan pada dirimu apa yang engkau sumbangkan kepada bangsa dan negaramu). Waullahualam.


Catatan : 

Tulisan ini pernah diterbitkan Koran Malut Post Edisi 23 Agustus 2016

Komentar